Pengantar Studi Islam
Pengertian Studi Islam
Study Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, secara
sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam. dengan perkataan lain “ usaha sadar dan
sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam
tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,
baik berhubungan dengan ajaran, sejarah, maupun praktek-praktek
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang
sejarahnya
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya
dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan
oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. study keIslaman dikalangan
umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motifasinya dengan
yang dikakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. dikalangan
umat Islam, study keIslaman bertujuan untuk mendalami dan memahami serta
membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan benar. Sedangkan diluar kalangan umat Islam, study
keIslaman bertujuan untuk mempelajati seluk beluk agama dan praktek
keagamaan yang berlaku dikalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai
ilmu pengetahuan.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pendekatan study keIslaman yang
mendominasi kalangan ulama Islam lebih cenderung bersifat subjektif, dan
doktrinet.
Studi islam secara etmologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah.
Studi islam secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keislaman makna ini angat umum karena segala sesuatu yang
berkaitan dengan islam dikatakan studi islam.Oleh karena itu perlu ada
spesifikasi pengertian terminologis tentang studi islam dalam kajian ini
yaitu kajian secara sistematis dan terpadu untuk mrngetahui memahami
dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama
islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran islam ,pokok-pokok
ajaran islam,sejarah islam, maupun realitas pelaksanaannya dalam
kehidupan.
Secara teorits islam adalah agama yang ajaran-ajarannya di wahyukan
Tuhan kepada manusia melalui Muhammad sebagai Rosul.Islam pada
hakikatnya membawa ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi,tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia,Sumber-sumber ajaran islam
yang merupakan bagian pilar penting kajian islam dan paradigma
keislaman tidak keluar dari sumber asli,yaitu al-quran dan hadits,Dengan
demikian,studi islam tidak hanya bermuara pada wacana pemikiran,tetapi
juga praksis kehidupan yang berlandaskan pada perilaku baik dan benar
dalam kehidupan.
Memahami dan mengkaji islam direfleksikan dalam konteks pemaknaan yang
sebenarnya bahwa islam adalah agama yang mengarahkan pada pemeluknya
sebagai hamba yang dimensi teologis,humanis,dan keselamatan di dunia dan
di akhirat.Sementara antara agama dan ilmu pengetahuan masih dirasakan
adanya hubungan yang belum serasi. Dalam bidang agama terapat sikap
dogmatis,sedang dalam bidang ilmiah terdapat sikap sebaliknya,yakni
sikap rasional dan terbuka.Dengan demikian,kajian islam yang bernuansa
ilmiah meliputi aspek kepercayaan normative-dogmatik yan bersumber dari
wahyu dan aspek perilaku manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.
Selain daripada itu sumber ajaran islam berfungsi pula sebagai dasar
pokok ajaran islam.Islam itu diambil sebagai sumber mengindikasikan
mak\na bahwa ajaran islam berasal dari sesuatu yang dapat digali dan di
pergunakan unuk kepentingan operasionalisasi ajaran islam dan
pengembangannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang di hadapi
umat islam. Misalkan dalam firman Allah Q.S Al-An am 114:
“maka patutlah aku mencari hkim selain dari Allah,padahal dialah yang
telah menurunkan kitab(Al Quran)kepadamu dengan terperinci”.
Dan di perjelas dengan hadist nabi:
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang berkaitan tidak akan tersesat
selamanya apabila berpegangan dengan kedua hal tersebut,yaitu al quran
dan sunnahku”.
(HR.Malik)
Selain itu islam dilengkapi dengan sumber-sumber misalnya dari Al
quran,As sunnah, Hadist,ijtihat,yang itupun mempunyai bagian-bagian
tersendiri dalam islam.
Dilanjutkan dengan pengetian aqidah secara etimologi keyakinan atau
keimanan.Iman pun demikian digolongkan misalnya iman kepada Allah,iman
kepada rosul Allah,iman kepada malaikat,iman kepada kitab suci Al
quran,iman kepada hari akhir,iman kepada qodo dan qodar.Iman
Akhlak secara etimologis perilaku atau jiwa,akhlak merupakan cerminan
diri manusia.Beberapa madzab akhlak adalah adat istiadat,karena adat
istiadat mempunyai pengaruh besar pada diri sendiri serta pada
masyarakat lain sehingga manusia hidup perlu dengan masyarakat sosial
lainnya denga demikia dapat mempengaruhi akhlak individu.disini Secara
terminologis,ada beberapa definisi tentang akhlak,salah satunya adalah:
Menurut Al-Ghazali:
“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan”.
Sumber akhlak dimaksudkan yaitu yang menjadi ukuran baik dan buruk atau
mulia dan tercela .Sebagaimana karakteristik keseluruhan ajaran
islam,maka sumber akhlak adalah al quran dan sunnah,dan bukan akal
pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan
moral.Sehingga konsep akhlak adalah segala sesuatu itu di nilai baik dan
buruk atau terpuji dan tercela,semata-mata karena syara (al quran dan
sunnah). Demikian pula halnya dengan akal pikiran,Ia hanyalah salah stu
potensi yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan.Dan
keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian di olah menurut
kemampuan pengetahuan.Oleh karena itu keputusan yang di berikan akal
hanya bersifat spekulatif dan subyektif.
Dan dalam pembahasan selanjutnya tentangmasa sebelum islam ,islam
mempunyai masa dalam perjalanan perkembangan islam misalkan pada masa
sebelum islam,khususnya di jazirah Arab disebut masa jahiliyah.Istilah
jahiliyah dipakai untuk menandai masa sebelum nabi Muhammad SAW
lahir.Jahiliyah adalah mas kebodohan dimana manusia tidak mengerti
tentang agama sehingga datangnya utusan Allah yaitu nabi Muhammad SAW
untuk membenarkan akhlak mereka(umat manusia)di duniaMasa klasik taitu
masa di mana para khalifah hidup sampai pada para tabiin-tabiinm,Masa
pertengahan periode ini ditandai dengan kemunduran total imperium di
Baghdad,pemerintahan pusat di Baghdad tidak hanya mempertahankan wilayah
kekuasaannya.Masa modern /periode modern di tandai degan penetrasi
barat atas dunia islam.Di mesir ekspedisi Napoleon Bonaparte(w
1821M)membawa dampak positif bagi rakyat Mesir khususnya dan dunia pada
umumnya akhirnya ekspedisi Napoleon Bonaparte ini dapat membuka mata
dunia islam dan menyadarkan kekurngan dan kemunduran ,terutama Turki dan
Mesir,para penguasa dan pemikir islam mulai berpikir untuk
memgembalikan citra keunggulannya atas Barat. Kontak islam dengan barat
kini berlainan dengan persentuhan islam dan barat pada periode
klsik,maka kemudian lahirlah aliran modernisasi dalam islam,dengan para
pemikirnya yang berusaha mengembalikan kejayaan islam pada masa klasik.
Islam sebagai sasaran studi social ini di maksudkan sebagai studi
tentang islam sebagai gejal social,hal ini enyankut keadaan masyarakat
penganut agam lengkap dengan struktur,lapisan serta berbagai gejala
sosial lainnya yang saling berkaitan.Islam pun sebagai sasaran budaya
dapat dimaksudkan penyebaran agama islam dulu denga adanya budaya,Karena
agama adalah pranata sosial sebagai control terhadap
instruksi-instruksi yang ada.Dengan demikian islam tidak berpatokan pda
klekhusyukan saja melainkan juga pada kebudayaan,pemerintahan
,ekonomi,pertahanan.
Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa hasil pemikira manusia yang
berupa interpretasiterhadap teks suci itu di sebut kebudayaan,maka
system pemerintahan islam,system perdagangan islam,system pemerintahan
isla,system perdagangan islam,system pertahanan islam,system keuangan
islam dan sebagainya yan timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah
kebudayaan pula.Klaupun ada perbedaannya iu terletak pada keadaan
institusi-insitusi kemasyarakatan dalam islam,yang di susun atas dasar
prinsip-prinsip yang tersebut dalam al quran.
Serta penelitian agama dengan menggunakan pendekatan fiologio dapat
dibagi dalam tiga pendekatan. Perlu di tekankan di sini bahwa ke tiga
pendekatan di maksudkan tidak terpisah secara
ekstrem,pendekatan-pendekatan bias over lapping,saling melengkapi atau
bahkan dalam sudut pandang tertentu sama,ketiga pendekatan tersebut
adalah metode tafsir,content analysis dan hermeneutika.Di tunjang dengan
adanya ilmu kaalam yang mempunyai arti ilmu yang membicarakan tentang
wujud Tuhan(Allah)sifat-sifat Allah,membicarakan pula tentang Rasul
Allah ,sifat-sifat Rasul.berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang
sebenarnya.Serta tasawuf di mana ilmu ini memfokuskan perhatiannya pada
pembersihan aspek rohani manusia sehingga dapat menimbulkan akhlak
mulia.
Salah satu tiang yang sangat penting dalam kebudayaan islam adalh
pendidikan.Karena melalui proses pendidikanlah seluruh nilai,norma-norma
dan pengetahuan ditransformasikan atau ditransmisikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya .Sebagaimana pengertian pendidikan pada
umumnya yang merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan ,pengajarn,atau latihan bagi peranannya masa
yang akan datang.Para ahli hukum islam mendefinisikan fiqih adalah ilmu
pengetahuan tentang hukum-hukum syara yang bersifat operasional
(amaliyah) yang dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci.
Dewasa ini peradaban dunia secara keseluruhan berada dalam tatanan
global yang secara mendasar di topang oleh perkembangan teknologi
komunikasi.Kiprah islam di era globalisasi sangat diperlukan karena
islamyang bersifat toleran terhadap manusia karena islam sangat
fleksibel dalam menanggapi suatu zaman global,fundamentalisme adalah
penegakan aktifitas agama tertentu yang mendefinisikan agama secara
mutlak dan harfiyah.Islam tidak tinggal diam sehingga islam mempunyai
kiprah tersendiri di era globalisasi dengan cara islam menampilkan sikap
yang lebih ramah dan sejuk sehingga menjadi pelipur lara bagi kegerahan
hidup manusia modern,islam yang toleran terhadap manusia secara
keseluruhan agama yang dianut sehingga mendatangkan kebaikan dan
kedamaian untuk semua,islam pun menampilkan visi yang
dinamis,kreatif,dan inovatif.
Sehingga islam yang fleksibel seperti yang di terangkan di atas dapat
membawa dampak yang baik di masyarakat dan penyebaran islam sendiri di
khalayak ramai.Namun dengan adanya gerakan fundamentalisme yang
mempunyai arti penegakan aktifitas agama tertentu yang mendefinisikan
agama secara mutlak dan harfiyah.menimbulkan penekanan pokok pandangan
supernatural yang menyebut tuhan memanifestasikan diri-Nya dalam alam
dan sejarah melalui perbuatan-perrbuatan luar biasa yang melampaui hukum
alam,kedua mereka bertekad menjadikan ajaran agama sebagai ukuran untuk
membatasi kebebasan mengajar.
Dan salah satu dari modernisai islam ialah post
modernisai/neo-modernisme islam. Neo-modernisme di sini menjelaskan satu
aliran pemikiran baru yang berusaha menggabungkan dua factor penting
:modernisme dan tradisionalisme.Modernisme islam cenderung menampilkan
dirinya sebagai pemikiran yang tegar,bahkan kaku.Sementara di pihak lain
tradisionalisme islam cukup kaya dengan berbagai pemikiran klasik
islam,tetapi justru dengan kekayaan itu para pendukung pola pemikiran
ini sangat berorientasi pada lampau dan sangat selektif menerima
gagasan- gagasan modernisasi.
Islam tidak hanya menyebar di timur tengah saja tetepi juga islam
menyebar keseluruh penjuru dunia terutama di Asia Tenggara,kerajaan
islam pertama di Indonesia yakni di Sumatera adalah Samudera pasai yang
melalui proses islamisasi dengan singgahnya pedagang-pedagang muslim
sejak abad ke-7M,ke-8M dan seterusnya serta Aceh Darussalam dengan
adanya puing-puing kerajaan Lamuri oleh Muzaffar Syah(1465-1497_atau
abad ke-15M,dan dialah yang membangu kota Aceh Darussalam.
Kerajaan-kerajaan islam di Jawa antara lain: Demak berdiri bersmaan
dengan melemahnya posisi raja Majapahit.Hal itu memberi peluang kepada
penguasa-penguasa islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan
yang independent,di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta,Wali Songo
bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan
Demak,kerajan pertama di Jawa,dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. ,Kesultanan Pajang sebagai
pelanjut yang dipandang sebagai pewaris kerajaan islam Demak namun
berakhirnya kerajaan Pajang pada tahun 1618 yang di tandai dengan Pajang
yang memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan Agung
Pajang di hancurkan dan rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajan
meminta bantuan kepada ,Ki Pemanahan yang berasal dari daerh pedalaman
untuk menghadpi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut di
atas. Tidak beda jauh dengan kerajaan Pajang kerajaan Matarampun runtuh
disebabkan oleh pemberontakan para ulama dengan tokoh spiritual Raden
Kajoran.
Dilanjutkan dengan kesultanan Cirebon yang kerajaan islam pertamanya di
Jawa Barat,kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati.Di awal abad
ke-16 Ci\rebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan
Paku Pajajaran.Dari sinilah Sunan Gunung Jati mengembangkan islam ke
daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti di
Majalengka,Kuningan,Kawali(Galuh,),Sunda Kelapa,danBanten..Pada waktu
itu Banten masih beraa di bawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari
Pajajaran ,atau mungkin sebelumnya Banten sudah menjadi kota yang
berarti.Untuk menyebarkan islam di Jawa Barat,
Kerajaan-kerajaan islam di Kalimantan antara lain kerajaan Banjar
merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang beragama Hindu.Peristiwanya
di mulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana,antara
Pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha,dengan pamannya
Pangeran Tumenggung namun setelah itu terjadi peperangan ,dalam
peperangan itu Pangeran Samudera memperoleh kemenangan dan ssesuai
dengan janjinya ia beserta kerabat keratin dan pemeluk Banjar menyatakan
diri masuk islam .Pangeran Samudera sendiri setelah masuk islam di beri
nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah ,yang di nobatkan sebagai raja
pertama dalam kerajaan islam Banjar.
Di lanjutkan dengan kerajaa,Kutai,proses islamisasi di Kutai dan daerah
sekitarnya di perkirakan terjadi pada tahun 1575 .Penyebaran lebih jauh
ke daerah-daerah pedalaman di lakukuan terutama pada waktu puteranya Aji
di Langgar dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara
Kaman,,dan kerajaan islam di Maluku di bawah raja Ternate memeluk agama
islam pada tahun 1460 dan nama raja itu adalah Vongi Tidore. serta di
Sulawesi yang di tandai dengan kerajaan Gowa-Tallo kerajaan kembar yang
saling berbatasan biasanya di sebut kerajaan Maksar.Kerajaan ini
terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi yang merupakan daerah
transito sangat strategis.Gowa-Tallo menerima islam dengan peperangan
Raja Bone pertama yang masuk islam dikenal dengan gelar Sultan
Adam.Namun meski sudah islam peperangan antara dua kerajaan yang
bersaing itu pada masa selanjutnya masih sering terjadi dan bahkan
melibatkan Belanda untuk mengambil keuntungan politik daripadanya.dan
adanya perang melawan penjajahan Belanda antara lain :perang padri yang
pada mulanya dilakukan melalui ceramah di surau dan mesjid namun dalam
peperangan pertama dengan belanda banyak mendapat kesulitan dan
menderita kekalahan sehingga mereka harus mendatangkan bantuan dari
Batavia,karena terus mendapat kesulitan dan menderita kekalahan Belanda
mencari jalan damai dengan kaum paderi.Namun mereka licik secara
tiba-tiba menyerang benteng bonjol sehingga dalam penyerangan itu tuanku
Imam Bonjol henghembuskan napas terakhirnya.Dan di teruskan dengan
perang diponegoro sampai dengan era reformasi sekarang ini.
Tujuan Study Islam
1. Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa hakikat agama Islam
itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agam-agama lain
2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam,
yang asli, dan bagaimana penjabaran dalam pertumbuhan dan perkembangan
budaya dan peradaban Islamnya
3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam
yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang
sejarahnya
4. Untuk memahami prinsi-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran Islam, dan
bagaiman realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol
perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut diharapkan agar study Islam akan
bermanfaat bagi peningkatan usaha pembaharuan dan pengembangan kurikulum
pendidikan Islam, Sehingga misi Islam dapat terwujud.
MEMAHAMI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Tiga Istilah Kunci
1. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama islam adalah subyek bidang studi yang dipelajari oleh
pebelajar yang beraga islam dalam menyelesaikan program pendidikan
tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan keberagaman mereka.
2. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk membentuk muslim yang ideal
Al – abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,
mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (
akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam
pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan.
3. Pendidikan keislaman
Pendidikan keislaman satu jenis pendidikan keagamaan, yakni pendidikan
yang secara khusus dimaksudkan untuk memberikan bekal professional
dibidang keagamaan kepada pebelajar.
Hakikat Pendidikan Agama Islam
Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidiakn agama
Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan para siswa dalam meyakini,
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan /atau latihan dengan memperhatikan
tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Karena itu, pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mampu
mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti yang luas tersebut. Sungguh pun
masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi
bagaimana melalui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan hidup yang
rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis
dalam membangun bangsa Indonesia.
Pandangan semacam itu akan berimplikasi pada sikap dan perilaku
seseorang muslim yang harus mau mendengarkan dan menghargai pendapat
serta pendangan orang lain karena setiap orang berhak untuk menyatakan
pendapat dan pandangannya masing-masing, tidak berfaham kemutlakan
(absolutisme), dalam arti dirinya atau kelompoknyalah yang paling benar,
sementara yang lain dipandang serba salah, serta tidak mengembangkan
sistem kultus individu, fanatisme buta terhadap kelompok karena kultus
hanya diarahkan kepada Allah SWT, semata.
Dimensi-dimensi ajaran agama baik yang vertikal maupun yang horizontal,
semuanya harus termuat dan tercakup dalam pengertian pendidikan agama,
untuk tidak sekedar membentuk kualitas dan keshalehan individu semata,
tetapi juga sekaligus kualitas dan keshalehan sosial, serta keshalehan
terhadap alam semesta.
Tujuan pendidikan agama islam adalah untuk membentuk manusia muslim yang
diidealkan (sosok muttaqin) yang terimplementasi pada maqashidu
as-syari’ah yang meliputi:
Memelihara aspek-aspek yang vital (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta).
Menyempurnakan seluruh kebutuhan hidup.
Memelihara keindahan dan ketertiban.
Materi PAI
1. Materi Dasar
Materi Dasar adalah materi yang penguasaannya menjadi kualifikasi
lulusan dari pembelajaran yang bersangkutan. Materi jenis ini diharapkan
dapat secara langsung membantu terwujudnya sosok individu yang ideal.
Dalam pendidikan agama islam, materi tersebut diharapkan dapat
mengantarkan pelajar untuk mengwujudkan dimensi keberagamaan (sosok
sebagai seorang muslim. Materi tersebut meliputi: ilmu tauhid, (dimensi
kepercayaan, ilmu fikih (dimensi perilaku ritual dan social), ilmu
akhlak (dimensi komitmen).
2. Materi Sekuensial
Materi Sekuensial adalah materi yang dimaksudkan untuk dijadikan
penopang dalam mengembangkan lebih lanjut materi_materi dasar. Materi
ini tidak secara langsung dapat mengantarkan pelajar kepada peningkatan
dimensi keberagamaan mereka, tetapi sebagai landasan yang akan
mengokohkan materi dasar. Materi ini meliputi: (a) ilmu Al-Quran (ilmu
Tafsir, ilmu qiroat), (b) ilmu Hadist, dan (c) ilmu Ushul Fiqhi.
3. Materi Instrumental
Materi Instrumental adalah materi yang dijadikan sebagai alat untuk
menguasai materi sekuensial. Jadi, materi ini secara langsung tidak
dapat meningkatkan keberagamaan pelajar. Akan tetapi, penguasaan materi
ini dapat digunakan untuk mempermudah pemahaman materi-materi dasar dan
sekuensial, seperti bahasa arab,. Penguasaan materi bahasa arab
dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman materi dasar yang pada umumnya
ditulis dalam bahasa arab, misalnya sumber utama ajaran islam, Al-Quran
dan Hadist.
4. Materi Pengembangan Personal
Materi Pengembangan Personal adalah materi yang tidak secara langsung
dapat meningkatkan keberagamaan, tetapi mampu membentuk keperibadian
yang sangat diperlukan dalam kehidupan beragama, seperti ilmu
tarikh/sejarah. Penguasaan ilmu sejarah ini diharapkan mampu menanamkan
nilai-nilai keperibadin yang dapat mendorong individu untuk mengetahui
dan memahami sebab terjadinya corak kehidupan, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan umat manusia. Hal ini dapat membantu pelajar untuk
menentukan coraaak kehidupaan yang sesuai dengan kehidupan masa kini
dan masa yang akan dating. Materi ini meliputi: (1) Ilmu sejarah islam
dan (2) Ilmu kebudayaan islam.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan ialah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau
usaha pendidikan. Bila pendidikan itu berbentuk formal, tujuan
pendidikan itu tergambar dalam suatu kurikulum. Pendikan formal ialah
pendidikan yang sengaja diorganisasi dan direncanakan dalam bentuk
kurikulum dengan mengacu pada teori tertentu serta dalam lokasi dan
waktu yang tertentu pula.
Tujuan Pendidikan Agama Islam ialah pembentukan kepribadian muslim,
yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam.
Orang yang berkepribadian muslim dalam Al-Qur’an disebut “Muttaqien”
Untuk mencapai tujuan pendidikan Agama Islam in, membutuhkan suatu
program pembelajaran yang formal yang mempunyai tujuan yang jelas dan
konkret. Pembelajaran formal adalah suatu pembelajaran yang diorganisasi
segala variabel pembelajarannya; seperti tujuan, cara, alat, waktu,
tempat, dan evaluasi untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian,
Pendidikan Agama Islam itu sulit terwujud kalau bukan dengan
penbelajaran agama islam tidak akan ada artinya tanpa mencapai tujuan
Pendidikan Agama Islam.
Perumusan tujuan pembelajaran PAI harus sejalan prinsip-prinsip
pokok-pokok ajaran Islam (maqashid as-syari’ah) yaitu Memelihara
kebutuhan pokok hidup yang dharuri (vital); yaitu sesuatu yang mesti ada
dalam kehidupan yang normal; dengan arti bahwa bila semua tau salah
satunya saja tidak berjalan dengan normal, maka proseskehidupan pula
pula akan normal. Sesuatu yang harus ada itu, dikenal dengan istilah
“Qawaid al-khamsah” yaitu: 1) agama, 2) jiwa dan raga, 3) keturunan, 4)
harta, dan (5) kehormatan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut
1. Menyempurnakan dan melengkapi kebutuhan hidup, sehingga yang
diperlukan mudah diperoleh, kesulitan dapat diatasi dan dihilangkan.
Untuk hal in, digunakan istilah Al-Haj (kebutuhan). Untuk kelompok in
dimasukkan segala sesuatu yang dapat mempermudah pemeliharaan yang
dharuri (kebutuhan pokok), memperlancar usaha mendapatkannya, mengurangi
kesulitan dan kesukaran yang ditimbulkannya, melonggarkan kesempitan
dan kepicikan. Misalnya kesulitan karena berjalan jauh (musafir) ajaran
Islam membolehkan meng-Qasar dan menjamak shalat fardhu; kelaparan yang
mencekik membolehkan memakan makanan yang haram, jika hanya makanan itu
yang ada.
2. Mewujudkan keindahan dan kesempurnaan dalam suatu kebutuhan yang
dikenal dengan istilah “tahsini” (membuat sesuatu lebih indah dan baik).
Yang terkandung dalam kelompok in termasuk sopan santun, tingkah laku
yang menyenangkan, berpakaian dan berhias secara pantas yang dapat
menambah intimnya suatu pergaulan. Meskipun tidak rusaknya suatu
kehidupan dengan tidak adanya tahsini, hal in dibutuhkan dalam kehidupan
yang baik.
Landasan Pendidikan Agama Islam
AL-Qur’an
Al-Quran diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk
bagi orang yang bertaqwa, aturan bagi kaum muslimin, obat hati bagi
orang yang dikehendaki kesembuhannya oleh Allah, cahaya bagi orang yang
diberi kesuksesan dan cahaya terang oleh Allah. Al-Quran merupakan
dasar-dasar risalah para Rasul dan ia bukanlah pemharu kitab terdahulu
sebagai Nabi Muhammad bukanlah pembaharu para Rasul terdahulu. Allah
menurunkan lembaran atau suhuf kepada Nabi Ibrahim, Kitab Taurat kepada
Nabi Musa, Kitab Zabur kepada Nabi Daud dan Injil kepada Nabi Isa. Semua
itu adalah wahyu dari Allah yang diwahyukan kepada para nabi-Nya. Semua
kitab terdahulu selain al-Quran telah banyak yang hilang, dan telah
mengalami penyimpangan dan penggantian.
Al-Quran merupakan ayat yang tetap lestari bagi Nabi Muhammad sampai
hari kiamat. Ayat-ayat para nabi terdahulu dan kemukjijatannya akan
berakhir seiring berakhirnya kehidupan para nabinya. Sedangkan al-Quran
Allah jadikan sebgai argumentasi abadi dan ayat yang menantang. Allah
mengundang manusia untuk membuat semisal al-Quran, sepuluh surat atau
satu surat
Al-Quran adalah wahyu yang memuat berita-berita tentang umat-umat
terdahulu , menyajikan informasi tentang peristiwa mendatang yang akan
terjadi, menyajikan bukti-bukti ilmiah yang tidak akan habis-habisnya
dikaji oleh para ulama sampai masa sekarang ini.
Salah satu bukti bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah bahwa nabi yang
diturunkan al-Quran kepadanya tidak pernah dijanjikan dan tidak pernah
disampaikan sebelum turunnya al-Quran, bahkan ia seorang nabi yang tidak
pandai membaca dan menulis. Tidak berguru, dan pergi ke majlis ilmu
untuk belajar. Beliau nabi yang buta huruf yang telah dipaparkan di
dalam Taurat dan Injil bahwa ia seorang nabi yang tidak pandai membaca
dan menulis sebagaimana disampaikan oleh para pendeta Yahudi dan Nasrani
yang masih menyimpan sisa-sisa kitab Taurat dan Injil.
Hal tersebut disebutkan oleh Allah dalam al-Quran pada surat Yunus ayat 16 sebagai berikut :
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari
mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka Maka
orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),
mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
Al-Quran yang mulia mencakup selutuh yang diperlukan oleh manusa yaitu
meluputi Kaidah-kaidah, dasar-dasar aqidah, hokum, muamalat, dan etika,
Di dalamnya terdapat ajakan mengesakan Allah, mengenal nama-nama dan
sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Mengajak untuk membuktikan apa yang telah
disampkan oleh para Nabi dan Rasul-Nya, menetapkan tempat kembali.
Balasan dan perhitugan amal, menceritakan berita-berita umat terdahulu.
As-sunah
Secara etimologis hadits bisa berarti :Baru, seperti kalimat : “ Allah
Qadim mustahil Hadits “. Dekat, seperti : ” Haditsul ” ahli bil Islam “.
Khabar, seperti : “Falya’tu bi haditsin mitslihi “.
Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti : Segala Perbuatan, Perkataan,
dan Keizinan Nabi Muhammad saw. ( Af ‘al, Aqwal dan Taqrir ).
Pengertian hadits sebagaimana tersebut diatas adalah identik dengan
Sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagaimana
dalam Al-Qur’an : ” Sunnata man qad arsalna ” ( al-Isra :77 ). Juga
dapat berarti : Undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku; Cara
yang diadakan; Jalan yang telah dijalani;.
Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau
persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang
ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja
yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum
menurut ahli hadits. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai
pada derajat wajib’ yang menjadi istilah ahli fikih (Lihat Al-Hadits
Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, hal. 11).
As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa
dengannya.” -yakni As-Sunnah-, (H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya
dengan sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam
al-Musnad IV/130)
Para ulama juga menafsirkan firman Allah :
Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana. Al-Hikmah dalam ayat tersebut adalah As-Sunnah seperti
diterangkan oleh Imam As-Syafi`i, “Setiap kata al-hikmah dalam Al-Qur`an
yang dimaksud adalah As-Sunnah.” Demikian pula yang ditafsirkan oleh
para ulama yang lain. ( Al-Madkhal Li Dirasah Al Aqidah Al-Islamiyah
hal. 24)
As-Sunnah Sebagai Sumber Nilai.
Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang
kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur’an
sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah
sebagai sumber Islam juga.
Ayat-ayat Al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti
tentang hal ini, seperti : Setiap mu’min harus taat kepada Allah dan
Rasul-nya (al-Anfal :20
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan
kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan
syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini,
melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi
orang-orang yang kekal (dalam surga)”.
Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan
Allah serta memusuhi Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka,
mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. dan Allah
akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka. ](Q,S. Muhammad :33,)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (Q.S. an-Nisa :59)
Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. ( an-Nisa’:65 ).
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.
Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin
akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar dan
ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat
Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan
yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah. Selain
itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan
ayat-ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau
memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila
penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan
rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat
subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Hubungan As-Sunnah dan Al-Qur’an.
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai
penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila
disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu
adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal
dan musytarak. Seperti hadits : ” Shallu kama ro-aitumuni ushalli “. (
Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat ) adalah merupakan
tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : ” Aqimush- shalah “,
( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits: ” Khudzu ‘anni manasikakum ”
( Ambillah dariku perbuatan hajiku ) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an ”
Waatimmulhajja ” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan
memperkuat pernyataan al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi : ” Shoumu
liru’yatihiwafthiru liru’yatihi ” ( Berpuasalah karena melihat bulan
dan berbukalah karena melihatnya ) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an
dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat
al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : ” Allah tidak mewajibkan zakat
melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati “,
adalah taudhih ( penjelasan ) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat
at-Taubah : 34 yang berbunyi sebagai berikut : ” Dan orang-orang yang
menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah
maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih “. Pada waktu ayat ini
turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah
ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan
hadits tersebut.
Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum
a. Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’I ( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi
tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab
disamping ada sunnah yang tasyri’ ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘.
Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha,if dan
seterusnya.
c. Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau
hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak
harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits
Seleksi Hadits
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu hadits itu, maka timbullah
berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh para ulama, yang
sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari
suatu hadits. Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian
hadits itu atas dasar kualitasnya yaitu :
a.Maqbul (dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits shahih dan hadits hasan.
b.Mardud ( tidak dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits dha’if / lemah dan hadits maudhu’ / palsu.
Usaha seleksi itu diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan ( materi hadits ).
Suatu materi hadits dapat dinilai baik apabila materi hadits itu tidak
bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits lain yang lebih kuat, tidak
bertentangan dengan realita, tidak bertentangan dengan fakta sejarah,
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Untuk
sekedar contoh dapat kita perhatikan hadits-hadits yang dinilai
baik,tapi bertentangan isi materinya dengan al-Qur’an :
1. Hadits yang mengatakan bahwa ” Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan
karena ratapan ahli warisnya “, adalah bertentangan dengan firman Allah :
” Wala taziru waziratun wizra ukhra ” yang artinya ” Dan seseorang
tidak akan memikul dosa orang lain ” ( al-An’an : 164 ).
2. Hadits yang mengatakan : ” Barangsiapa yang meninggal dunia dalam
keadaan punya hutang puasa, maka hendaklah dipuasakan oleh walinya “,
adalah bertentangan dengan firman Allah : ” Wa allaisa lil insani illa
ma-sa’a “, yang artinya : ” Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala
apa-apa kecuali dari apa yang dia kerjakan sendiri “. ( an-Najm : 39 ).
Ada satu norma yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu : ” Apabila Qur’an dan hadits bertentangan, maka ambillah Qur’an “.
b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits dapat dinilai segala baik, apabila antara
pembawa dan penerima hadits benar-benar bertemu bahkan dalam batas-batas
tertentu berguru. Tidak boleh ada orang lain yang berperanan dalam
membawakan hadits tapi tidak nampak dalam susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan yang diragukan antara pembawa dan penerima
hadits, maka hadits itu tidak dapat dimasukkan dalam kriteria hadits
yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. ‘Adil, yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas )
ulama berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih
Imam Muslim dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan
rawi. Sedang dari segi matan kita dapat memberikan seleksinya dengan
pedoman-pedoman diatas. Beberapa langkah praktis dalam usaha seleksi
hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya sesuai dengan norma diatas.
2. Perhatikan kitab pengambilannya ( rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu
= dikeluarkan ). Apabila matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau
Muslim, maka dapat dinilai hadits itu shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
a. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh jama’ah.
b. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 7.
c. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 6.
d. Diriwayatkan/dikeluarkan oleh dua syaikh( Bukhari dan Muslim ).
e. Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).
f. Diriwayatkan oleh Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
g. Diriwayatkan oleh .dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
h. Diriwayatkan oleh .dengan syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits sudah baik materinya tetapi tidak termasuk
dalam persyaratan pun 2 diatas maka hendaknya diperhatikan
komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar jelek : Hadits putus, hadits lemah, hadits ada illatnya,
mauquf, maqthu, mudallas, munkar, munqathi, muallak, dan lain
sebagainya.
Kemudian yang kedua yang dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya
baik seperti untuk mendorong orang Islam beribadah lebih rajin dan lain
sebagainya, tetapi lupa akan dasar yang lebih pokok dan lebih prinsipil
dalam agama. Dengan demikian motif-motif pembuatan hadits palsu itu
dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut :
a. Karena politik dan kepemimpinan;
b. Karena fanatisme golongan dan bahasa;
c. Karena kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam;
d. Karena dorongan untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
e. Karena keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
f. Karena soal-soal fiqh dan pendapat dalam bidang ilmu kalam;
g. Dan lain-lain.
Keadaan demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan
berusaha mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam
memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih
hadits-hadits yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama
orang yang baik dan sejumlah nama-nama orang yang biasa membuat hadits
palsu. Mereka menyusun kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits
yang baik. Untuk mengetahui bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits
palsu, kita dapat mengenal beberapa ciri-cirinya antara lain :
a. Pengakuan pembuatnya.
Di dalam catatan sejarah sering terjadi para pembuat hadits palsu
berterus terang atas perbuatan jahatnya. Baik karena terpaksa maupun
karena sadar dan taubat. Abu Ismah Nuh bin Maryam ( bergelar Nuh al-Jami
) telah berterus terang mengakui perbuatannya dalam membuat
hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan keutamaan-keutamaan surat
al-Qur’an. Ia sandarkan hadits-haditsnya itu kepada Ibnu Abbas. Maisarah
bin ‘ Abdi Rabbih al-Farisi, juga telah berterus-terang mengakui
perbuatannya membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan al-Qur’an dan
keutamaan ‘ Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini memang perlu kita catat
bahwa tidak semua pengakuan itu lantas harus secara otomatis kita
percayai. Sebab mungkin saja pengakuannya itu justru adalah dusta dan
palsu.
b. Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu’, dan
hadits atau keterangan lain yang baik / tidak ada sama sekali ( dalam
soal yang sama ).
c. Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat.
Sebagai contoh hadits-hadits sebagai berikut : “ Sesungguhnya perahu Nuh
bertawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah dan shalat di makam Ibrahim dua
raka’at “. ” Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan huruf, maka
bersujudlah ba dan tegaklah alif “
d. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama, ‘ aqidah Islam. ” Aku
adalah penghabisan Nabi-nabi. Tidak ada Nabi sesudahku kecuali
dikehendaki Allah “. ” Alllah menciptakan malaikat dari rambut tangan
dan dada “.
e. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i seperti
hadits-hadits : ” Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh turunan “. ”
Barangsiapa yang memperoleh anak , dan kemudian diberi nama Muhammad,
maka dia dan anaknya akan masuk sorga “.
f. Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana.
Seperti hadits-hadits : ” Barangsiapa membaca La ilaha illallah maka
Allah akan menjadikan baginya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh
lidah. Pada tiap-tiap lidah tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun
kepada Allah untuk orang tersebut “. ” Barangsiapa menafakahkan satu
tali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil qiyamah
“.
g. Isinya mengandung kultus-kultus individu. Seperti hadits-hadits : ”
Di tengah ummatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah
an-Nu’man, ia adalah pelita ummatku “. ” Abbas itu adalah wasiatku dan
ahli warisku “.
h. Isinya bertentangan dengan fakta sejarah. Seperti hadits-hadits yang
menerangkan bahwa nabi pernah diberi semacam buah dari sorga pada sa’at
mi’raj. Setelah kembali dari mi’raj kemudian bergaul dengan Khadijah dan
lahirlah Fathimah dan seterusnya. Hadits ini bertentangan dengan fakta
sejarah sebab mi’raj itu terjadi setelah wafatnya Khadijah dan setelah
Fathimah lahir.
Contoh-contoh Hadits-hadits Palsu ( Maudhu’ ) berdasarkan Motifnya.
a. Motif Politik dan Kepemimpinan.
” Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah “. ”
Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga. Aku, Jibril dan Mu’awwiyah “.
b. Motif Zindik ( untuk mengotorkan agama Islam ).
” Melihat muka yang cantik adalah ‘ ibadah “. ” Rasulullah ditanya :
Dari apakah Tuhan kita itu ? Jawabnya : Tuhan itu dari air yang
mengalir, bukan dari tanah dan bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda
kemudian dijalankannya sampai berkeringat. Maka Allah menciptakan
dirinya dari keringat tersebut “.
c. Motif ta’assub dan fanatisme.
” Sesungguhnya Allah apabila marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa
Arab. Dan apabila tidak marah menurunkannya dalam bahasa Parsi “.
Dikalangan ummatku akan ada seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu’man.
Ia adalah pelita ummatku “. ” Di kalangan ummatku akan ada seorang yang
diberi nama Muhammad bin Idris. Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih
daripada iblis “.
d. Motif faham-faham fiqh.
” Barangsiapa mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah
shalatnya “. ” Berkumur dan mengisap air bagi junub tiga kali tiga kali
adalah wajib “. ” Jibril mengimamiku di depan Ka’bah dan mengeraskan
bacaan bismillah “.
e. Motif senang kepada kebaikan tapi bodoh tentang agama.
” Barangsiapa menafahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi
penolongnya di yaumil akhir “. Seperti hadits-hadits tentang fadhilah
surat-surat Qur’an, obral pahala dan sebagainya.
Ijtihad
Secara bahasa ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk
mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk
menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara
eksplisit dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang
sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran
maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang.
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud sebagai
berikut : ” Berhukumlah engkau dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, apabila
sesuatu persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut. Tapi
apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka ijtihadlah
“. Kepada ‘Ali bin Abi Thalib beliau pernah menyatakan : ” Apabila
engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, maka engkau mendapatkan dua
pahala. Tetapi apabila ijtihadmu salah, maka engkau hanya mendapatkan
satu pahala “. Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu sebagai the
principle of movement. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau
yang biasa disebut arro’yu mencakup dua pengertian :
a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
b. Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits.
Adapun dasar dari keharusan berijtihad ialah antara lain terdapat pada al-Qur’an surat an-Nisa ayat 59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan
keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal
pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang
relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi
seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa /
tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ‘ ibadah mahdhah. Sebab
urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor
motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai
yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak
berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al
Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat
turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah
baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam
melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat
tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut
dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka
persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana
disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah
mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Tujuan ijtihad
untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam
beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu
tertentu.
Cara ber-Ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat methode-methode antara lain sebagai berikut :
a. Qiyas = reasoning by analogy. Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap
sesuatu hal yang belum diterangkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan
dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh
al-Qur’an / as-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Contoh : Menurut
al-Qur’an surat al-Jum’ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat
mendengar adzan Jum’at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain (
selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum’at ?
Dalam al-Qur’an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita
berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat
mengganggu shalat Jum’at dilarang, maka demikian pula halnya
perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum’at, juga
dilarang. Contoh lain : Menurut surat al-Isra’ 23; seseorang tidak boleh
berkata uf ( cis ) kepada orang tua. Maka hukum memukul, menyakiti dan
lain-lain terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap
hukum cis tadi. Karena sama-sama menyakiti orang tua. Pada zaman
Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum dengan
dasar Qiyas tersebut. Yaitu ketika ‘ Umar bin Khathabb berkata kepada
Rasulullah saw : Hari ini saya telah melakukan suatu pelanggaran, saya
telah mencium istri, padahal saya sedang dalam keadaan berpuasa. Tanya
Rasul : Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ? Jawab
‘Umar : tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu teruskanlah puasamu.
b. Ijma’ = konsensus = ijtihad kolektif. Yaitu persepakatan ulama-ulama
Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah. Ketika ‘Ali bin Abi
Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu
masalah yang tidak dibicarakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, maka
Rasulullah mengatakan : ” Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian
jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah “. Yang menjadi persoalan
untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau
tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada
diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.
c. Istihsan = preference. Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap
sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran
Islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama
istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi ( analogi samar-samar ) atau
disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada
hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan
dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan yang
sama-sama jelek maka kita harus mengambil yang lebih ringan
kejelekannya. .
d. Mashalihul Mursalah = utility, yaitu menetapkan hukum terhadap
sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan
yang sesuai dengan tujuan syari’at. Perbedaan antara istihsan dan
mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan (
kebaikan ) itu dengan disertai dalil al-Qur’an / al-Hadits yang umum,
sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan
kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam
al-Qur’an / al-Hadits.
Tantangan pendidikan agama Islam di sekoah
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada awal perkembangan sains modern
(sekitr abad 16/17 M). pernah terjadi perpecahan antara kaum agamawan
dan ilmuwan, yang ditandai dengan sikap keras kaum agamawan Eropa
(penganut geosentris) kepada penganut heliosentris, seperti Copernicus,
Bruno, Kepler, Galileo, dan lain-lainnya.
Metodologi yang telah dikembangkan oleh kebanyakan mereka mengandalkan
kemampuan inderawi (empiris) sehingga kajian-kajian keagamaan yang
bersifat noninderawi dianggap tidak ilmiah. Namun demikian, kalua kita
mengamati fenomena yang terjadi pada akhir abad 20 ini (dimana kemajuan
iptek sudah begitu sophisticated) ternyata terjadi justru sebaliknya.
Dalam arti, terjadi hubungan yang harmonis antara ilmuan dan agamawan.
Temuan-temuan dalam bidang iptek yang kasat mata membuat para ilmuan
percaya pada banyak hal yang tidak terjangkau oleh indera. Hal ini
muncul terutama ketika disadari bahwa isi alam semesta ini terdiri atas
atom-atom yang dapat diteliti lagi menjadi sub-sub atom.
Karena itu, para ilmuwan terperangah bahwa banyak hal yang harus
dipercaya “ada”nya tanpa harus ditangkap oleh indera, termasuk electron,
cahaya, gelombang radio, dan sebagainya.
Temuan iptek telah menyebarkan hasil yang membawa kemajuan, dan
tampaknya terasa bkehidupan seluruh umat manusia. Semua hasil temuan
iptek di satu sisi harus diakui telah secara mempengaruhi bahkan
memperbaiki taraf dan mutu hidup manusia. Di sisi lain, produk temuan
dan kemajuan iptek itu telah mempengaruhi bangunan kebudayaan dan gaya
hidup manusia.
Pada era kemajuan iptek ini, perubahan global semakin cepat terjadi
dengan adanya kemajuan-kemajuan dari negara maju di bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Kemajuan iptek ini mendorong semakin lajunya
proses globalisasi.
Teknologi komputer misalnya, membanjiri setiap bangsa, negara, dan
budaya tanpa mengenal batas bangsa, negara, dan budaya. Faksimili adalah
teknologi cetak jarak jauh yang dapat mengirimkan pesan untuk siapa
pun, di man pun, negara man pun, dan bangsa apa pun serta bisnis
institusi apa pun.
Fleksimili adalah teknologi global yang telah membantu untuk terciptanya
globalisasi dalam pengiriman pesan dalam waktu yang cepat dan akurat.
Televisi dengan antena parabola merupakan media global yang mendorong
terciptanya globalisasi penyiaran berita, budaya dan sebagainya secara
internasional yang tidak mengenal batas ruang dan waktu.
Karena itu, masalah yang perlu segera mendapatkan jawaban, terutama dari
para Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) adalah “mampukan kegiatan
pendidikan agama Islam itu berdialog dan berinteraksi dengan
perkembangan zaman modern tyang telah ditandai dengan kemajuan iptek dan
informasi, dan mampukah mengatasi dampak negatif dari kemajuan tersebut
Di sisi yang lain, bangsa Indonesia juga mengalami krisis nasional, baik
dibidang ekonomi, politik, hukum, ataupun yang lainnya. Krisis ini
ternyat sangat mengkhawatirkan sekali bagi semua pihak dan lapisan
masyarakat. Meledaknya jumlah pengangguran sebagai akibat dari
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) dan terbatasnya lapangan kerja,
demikian pula membengkaknya jumlah kaum miskin, merupakan persoalan yang
sangat krusial sekali yang perlu untuk segera ditangani secara serius.
Penanganan yang serba lamban terhadap persoalan-persoalan tersebut
ternyata dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan sosial. Timbulnya
kerusuhan sosial, semakin menjamurnya tindakan kriminal dimana-mana,
unjuk rasa yang dibarengi dengan tindakan brutalisme dan sebagainya,
adalah akibat di antara dari kelambanan dalam mengantisipasi berbagai
krisis tersebut sehingga sebagian masyarakat yang merasa tidak bersalah
dan berdosa juga terkena dampaknya. [h. 86].
Dengan demikian, ada dua persoalan pokok yang dihadapi oleh umat
beragama pada umumnya. Di satu sisi, kita dihadapkan pada persoalan
ekonomi, politik, hukum sebagai dampak dari krisis nasional dibidang
tersebut.
Di sisi yang lain, kita juga dihadapkan pada persoalan-persoalan
antarkomunitas agama dan bahkan antarintern pemeluk agama itu sendiri
yang belum menunjukkan hubngan yang akrab, kompak, dan harmonis. Jika
kedu persoalan ini tidak dapat segera untuk dipecahkan, agaknya krisii
nasional atau semakin bertambah parah dan merambah ke berbagai sektor
kehidupan.
Dalam rangka mengantisipasi berbagai persoalan itulah, maka pembelajaran
pendidikan agama Islam di sekolah harus menunjukkan kontribusinya.
Hanya saja perlu disadari bahwa selama ini terdapat berbagai kritik
terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di
sekolah.
Muchtar Buchari (1992) misalnya menilai kegagalan pendidikan agama
disebabkan karena praktik pendidikanya hanya memperhatikan aspek praktik
kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan
mengabaikan pembinann aspek afektif dan konatif-volutif, yakni kemauan
dan tekad untuk mengmalkan nilai-nilai ajaran agama.
Selain itu pula Muchtar buchari (1992), menyatakan bahwa kegiatan
pendidikan agama yang berlangsung selama ini lebih banyak bersikap
menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan yang
lainnya.
Pernyataan yang senada juga telah dinyatakan oleh Soejatmoko (1976)
bahwa pendidikan agama harus berusaha berinteraksi dan bersinkronisasi
dengan pendidiakn non agama. Pendidikan agama tidak boleh dan tidak
dapat berjalan sendiri, tetapi harus berjalan bersama dan bekerjasama
dengan program-program pendidikan non agama kalau ia ingin mempunyai
relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Di samping itu pula, Rasdianah mengemukakan beberapa kelemahan lainnya
dari pendidiakn agama Islam di sekolah, baik dalam pemahaman materi
pendidiakn agama Islam maupun dalam pelaksanaannya, yaitu:
a). Dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah pada paham fatalistik.
b). Dalam bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan
belum dipahami sebagai keseluruhan pribadimanusia yang beragama.
c). Dalam bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian.
d). Dalam bidang hukum (fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan
yang tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika dan
jiwa hukum Islam.
e). Dalam bidang agama Islam cenderung diajarkan sebagai dogma dan
kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan kepada kemajuan ilmu
pengetahuan.
f). Dalam bidang orientasi mempelajari tentang Al-Qur’an masih cenderung
pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan
penggalian makna.
Orientasi semacam itu, kata Komarudin Hidayat (1999), menyebabkan
terjadinya keterpisahan dan kesenjangan antara ajaran agama dan realitas
perilaku pemeluknya. Karena itu, beliau memberikan solusi perlunya
menonjolkan dua pendekatan sekaligus dalam mempelajari Islam, yaitu:
1). Mempelajari ajaran agama Islam untuk kepentingan dalam mengetahui bagaiman cara beragama yang benar.
2). Mempelajari ajaran agama Islam sebagai sebuah pengetahuan.
Dengan kata lain, belajar agama adalah untuk membentuk perilaku (actor)
beragama yang memiliki komitmen,loyal dan penuh dedikasi, dan sekaligus
mmapu memposisikan diri sebagai pembelajar, peneliti, dan pengamat yang
kritis untuk peningkatan dan pengembangan keilmuan Islam.
Tantangan pendidikan agama Islam juga terkait dengan tantangan dunia
pendidikan di Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia seutuhnya, yaitu:
1). Era kompetitif yang disebabkan oleh meningkatnya standar dunia kerja.
2).ika kualitas pendidikan yang ada itu menurun, maka kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia menurun dan lemah pula dalam hal keimana
dan ketaqwaan serta penguasaan iptek.
3). Kemajuan teknologi inforamasi, menyebabkan banjirnya informasi yang
tidak dapat terakses dengna baik oleh para pendidiak dan pada gilirannya
berpengaruh pada hasil pendidikan.
4). Dunia pendidikan yang tertinggi dalam hal metodologi.
5). Kesenjangan anatara kualitas dunia pendidikan dengan kenyataan empiris perkembangan di masyarakat.
Tantangan dalam dunia pendidikan pada umumnya bukanlah suatu
permasalahan yang dapat berdiri sendiri, malainkan terkait secara
langsung, dengan perkembangan iptek dan aspek kehidupan yang lain, baik
itu ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Berbagai tantangan yang harus dihadapai didalam dunia pendidikan pada
umumnya, juga harus dihadapi oleh para pendidik agama pada umumnya
sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa. Kalau dunia pendidikan di
Indonesia memrlukan berbagai inovasiagar tetap berfungsi optimal
ditengah arus perubahan, maka pendidikan agama, juga memerlukan berbagai
upaya inovasi agar eksistensinya tetap bermakna bagi kehidupan bangsa
dan bernegara.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa tantangan pendidikan agama
Islam yang begitu kompleks pada dasarnya dapat di kelompokkan ke dalam
dua macam, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal dari
Pendidikan Agama Islam (PAI).
Tantangan internal menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program
pendidikan, baik dari segi orientasi pendidikan agama Islam yang kurang
tepat, sempitnya terhadapa pemahaman esensi ajaran agama Islam,
perancangan dan penyusunan materi yang kurang tepat,maupun metodologi
dan evaluasinya, serta pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan agama
Islam itu sendiri yang sebagiannya masih bersikap eksklusif dan belum
mampu berinteraksi dan bersinkronisasi dengan yang lainnya.
Sedangkan tantangan eksternal berupa berbagai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berdampak pada munculnya scientific citizism terhadap
penjelassn ajaran agama yang bersifat konservatif, tradisional,
tekstual, dan skriptualistik; era globalisasi dibidang informasi serta
perubahan sosial ekonomi dan budaya dengan segala dampaknya; dan
kemajemukan masyarakat beragama yang masih belum siap untuk berbeda
paham dan justru cenderung bersiakp apologis, fanatik, obsolutis, serta
truth claim yang telah dibungkus rapih dalam simpul-simpul interest,
baik interes pribadi maupun yang bersifat politis ataupun sosiologis.
Berbagai macam tantangan pendidikan ajaran agama Islam tersebut
sebenarnya telah dihadapi oleh semua pihak,baik keluarga pemerintah,
maupun masyarakat, baik yang terkait secara langsung maupun tidak
langsung dengan kegitan pendidikan ajaran agama Islam.
AGAMA DAN MANUSIA
Hakikat Manusia
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan
melengkapinya dengan sifat yang unggul. Keunggulannya dibandingkan
seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan intelektualnya
yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya untuk belajar dan
mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi. Manusia menganggap
semua kebutuhan ini adalah fenomena alami. Namun, sebagai manusia,
keperluan perawatan tersebut memiliki tujuan tersendiri. Setiap detail
kebutuhan manusia diciptakan secara khusus. Ayat “manusia diciptakan
dalam keadaan lemah” (QS. An-Nisaa’, 4: 28) adalah pernyataan yang jelas
dari fakta ini.
Kebutuhan manusia yang tanpa batas diciptakan dengan sengaja: agar ia
mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah dan bahwa dunia ini adalah
tempat tinggalnya yang sementara.
Manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap tanggal dan tempat
kelahirannya. Sebagaimana halnya, ia tidak pernah mengetahui di mana
atau bagaimana ia akan meninggal. Lebih lanjut lagi, seluruh usahanya
untuk membatasi faktor-faktor yang berpengaruh negatif bagi hidupnya
adalah sia-sia dan tanpa harapan.
Manusia memang memiliki sifat rentan yang membutuhkan banyak perawatan
untuk tetap bertahan. Ia pada hakikatnya tidak terlindungi dan lemah
terhadap kecelakaan tiba-tiba dan tak terduga yang terjadi di dunia.
Sama halnya, ia tidak terlindungi dari risiko kesehatan yang tidak dapat
diperkirakan, tak peduli apakah ia penghuni peradaban yang tinggi atau
pedesaan di gunung yang terpencil dan belum maju. Sepertinya setiap saat
manusia dapat mengalami penyakit yang tak tersembuhkan atau mematikan.
Kapan pun, dapat terjadi suatu kecelakaan yang menyebabkan kerusakan tak
tersembuhkan pada kekuatan fisik atau daya tarik seseorang yang tadinya
membuat cemburu. Lebih jauh, hal ini terjadi pada seluruh manusia: apa
pun status, kedudukan, ras, dan sebagainya, tidak ada pengecualian
terhadap akhir tersebut. Baik kehidupan seorang pesohor dengan jutaan
penggemar dan seorang penggembala biasa dapat berubah secara drastis
pada suatu saat karena kecelakaan yang tidak terduga.
Tubuh manusia adalah organisme lemah yang terdiri dari tulang dan daging
dengan berat rata-rata 70-80 kg. Hanya kulit yang lemah melindunginya.
Tidak diragukan, kulit yang sensitif ini dapat dengan mudah terluka dan
memar. Ia menjadi pecah-pecah dan kering ketika terlalu lama terkena
sinar matahari atau angin. Untuk bertahan terhadap berbagai gejala alam,
manusia harus berjaga-jaga terhadap dampak lingkungan.
Meskipun manusia dilengkapi dengan sistem tubuh yang luar biasa,
“bahan-bahan”nya — daging, otot, tulang, jaringan saraf, sistem
kardiovaskuler dan lemak — cenderung meluruh. Bila manusia terdiri dari
bahan lain, bukan daging dan lemak, bahan yang tidak memberi jalan bagi
penyusup dari luar seperti mikroba dan bakteri, tidak akan ada
kesempatan untuk menjadi sakit. Bagaimanapun, daging adalah zat yang
paling lemah: ia menjadi busuk bahkan berulat bila dibiarkan pada suhu
ruang untuk beberapa waktu.
Beberapa Kebutuhan Manusia
Kebutuhan Jasadi
Manusia dihadapkan pada banyak risiko fisik. Menjaga tubuh dan
lingkungan tetap bersih dan melakukan perawatan yang saksama adalah
beban seumur hidup bagi manusia untuk meminimalkan risiko kesehatan.
Lebih mengejutkan, jumlah waktu yang dihabiskan untuk tugas tersebut
ternyata cukup banyak. Kita sering menemukan penelitian untuk mengetahui
berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bercukur, mandi, merawat
rambut, merawat kulit, kuku, dan sebagainya. Hasil berbagai penelitian
demikian sangat mengherankan, dan mengungkap betapa banyak waktu
berharga yang dihabiskan tugas-tugas harian tersebut.
Dalam kehidupan, kita menghadapi banyak manusia. Di rumah, di kantor, di
jalan-jalan atau di mal perbelanjaan, kita melihat banyak manusia yang
berpakaian rapi dengan penampilan terbaik mereka. Mereka adalah
orang-orang yang wajahnya dicukur, rambut dan tubuh yang bersih, pakaian
yang diseterika, sepatu yang sudah disemir. Bagaimanapun, pengurusan
seperti itu membutuhkan waktu dan usaha.
Sejak bangun di pagi hari hingga pergi tidur, seseorang harus melibatkan
diri dalam rutinitas tanpa akhir agar tetap bersih dan segar. Saat kita
bangun, tempat pertama yang kita tuju adalah kamar mandi; sepanjang
malam, perkembangbiakan bakteri menyebabkan rasa tidak enak dan hawa
yang tidak menyenangkan dalam mulut, yang memaksa kita segera menyikat
gigi. Bagaimanapun, agar siap untuk hari yang baru, hal penting
dilakukan tidak sebatas menggosok gigi. Seseorang butuh membasuh wajah
atau tangannya. Sepanjang hari, rambut menjadi berminyak dan tubuh
menjadi kotor. Pada malam hari, di tengah-tengah mimpi, tubuh boleh jadi
tidak dapat berhenti berkeringat. Sebagai satu-satunya cara untuk
membersihkan bau tubuh yang tidak menyenangkan dan keringat, seseorang
merasakan pentingnya mandi. Jika tidak, dia akan pergi bekerja dengan
rambut berminyak dan tubuh berbau, suatu hal yang tidak menyenangkan.
Variasi bahan yang digunakan untuk membuat tubuh seseorang cukup bersih
untuk bertemu dengan orang lain ternyata sangat banyak. Hal ini cukup
membuktikan kebutuhan tubuh itu tidak terbatas. Di samping air dan
sabun, kita membutuhkan banyak bahan lain untuk membersihkan tubuh:
sampo, conditioner, pasta gigi, pemoles gigi, korek kuping, bedak tubuh,
krim wajah, lotion; daftarnya akan bertambah. Di samping bahan-bahan
ini, terdapat ratusan produk lain yang dikembangkan di laboratorium
untuk meningkatkan perawatan tubuh.
Sebagaimana halnya perawatan tubuh, setiap orang juga harus menghabiskan
sejumlah waktu untuk membersihkan pakaian, rumah, dan lingkungannya.
Tidak diragukan, seseorang tidak dapat menjaga kebersihan diri kecuali
dengan berada di sebuah lingkungan yang bersih.
Singkatnya, ada bagian tertentu dari hidup yang dihabiskan hanya untuk
menyediakan kebutuhan tubuh. Lebih lanjut, kita membutuhkan banyak bahan
kimia untuk tujuan ini. Allah menciptakan manusia dengan banyak
kelemahan, namun juga menyediakan metode untuk menyembunyikan kelemahan
ini untuk sementara sehingga tetap berada dalam kondisi yang baik tanpa
membuat orang lain menyadari hal tersebut, Di samping itu, manusia
diberkahi cukup kecerdasan untuk mencari jalan terbaik untuk menutupi
“kelemahan”nya. Bila kita tidak menerapkan metode ini untuk menjaga
tubuh tetap bersih dan segar, sebentar saja kita mungkin mulai tampak
menjijikkan.
Lebih jauh, seseorang tidak dapat tetap bersih untuk waktu yang lama.
Setelah beberapa jam, tidak satu pun yang tersisa dari kesegaran yang
diberikan oleh mandi: kita hanya dapat menjaga tetap bersih untuk waktu
yang relatif singkat. Kita butuh mandi setidaknya sekali sehari.
Sebagaimana halnya, kita butuh menggosok gigi kita secara teratur:
bakteri dengan cepat mengubah mulut menjadi keadaan yang sebelumnya.
Seorang wanita yang menghabiskan berjam-jam di depan kaca memakai
riasan, bangun di pagi hari berikutnya tanpa jejak riasan yang cantik
tersebut di wajahnya. Lagi pula, bila ia tidak menghapusnya dengan
benar, wajahnya akan tampak lebih mengerikan oleh sisa-sisa kosmetik.
Seorang laki-laki yang dicukur bersih membutuhkan cukuran lainnya pagi
berikutnya.
Di samping seluruh kebutuhan tubuh mengenai kebersihan, nutrisi juga
penting bagi kesehatan. Terdapat kesetimbangan yang cermat dari protein,
karbohidrat, gula, vitamin, dan mineral lainnya yang penting bagi
tubuh. Sekali kesetimbangan ini terganggu, kerusakan serius dapat timbul
dalam berfungsinya sistem-sistem tubuh: sistem kekebalan kehilangan
kemampuan perlindungannya, membuat tubuh lemah dan rentan terhadap
penyakit. Karenanya, perhatian yang sama yang ditunjukkan untuk
perawatan tubuh seharusnya juga diberikan untuk nutrisi.
Pemahaman tentang tabiat proses pendidikan tidak akan sempurna tanpa
pemahaman yang benar tentang tabiat manusia.Sebab, setiap konsep dan
perbuatan pendidiakn dilatarbelakangi oleh konsep tertentu tentang
tabiat manusia. Ketika berinteraksi dengan suatu alat, umpamanya,
seseorang membutuhkan pemahaman tentang alat itu, sepertitentang tabiat,
konstruksi, dan cara kerjanya.
Konsep-konsep masa lalu tentang tabiat manusia telah muncul dalam bentuk
dualisme yang memainkan peranan yang sangat penting dalam bidang studi
kependidikan dan praktik-praktiknya. Di antara dualisme itu, ialah:
a). Dualisme akal dan tubuh;
b). Dualisme baik dan buruk; serta
c). Dualisme lingkungan dan warisan.
Masih banyaklagi tentang penafsiran-penafsiran tabiat yang dimilii oleh
setiap manusia yang muncul dalam bentuk teori-teori, seperti teori
insting dan utilitarianisme.
a) Dualisme akal dan tubuh
Sebagai seorang filosofis dan pemikir berpendapat bahwa tabiat manusia
itu terdiri dari dua unsur terpisah yang berbeda sampai kepada taraf
kontradiktif, yaitu akal dan tubuh. Pada pendapat para pendukung konsep
ini, manusia adalah akal yang dibawa oleh tubuh. Tubuh mempunyai
batasan-batas ruang-material, sementara akal tidak memiliki
batasan-batasan tesebut, tetapi lebih dekat kepada ruh ketimbang kepada
yang lainnya.
Tubuh berubah, sedangkan akal tetap. Tubuh berasal dari fisik, sedangkan
akal berasal dari metafisika. Walau bagaimanapun, akal adalah
unsur yang paling tinggi didalam manusia. Akal adalah kekuatan unik yang
membedakan manusia dari makhluk-makhluk yang diciptakan.
b) Dualisme lingkungan dan warisan
Konsep yang menempatkan manusia di antara warisan dan lingkunganini
menyempurnakan konsep sebelumnya dengan jalan melihat manusia dari segi
asal, komposisi, dan perkembangannya. Pandangan ketiga menyatakan bahwa
manusia adalah produk bersama factor warisan dan lingkungan. Namun,
pandangan ini membuat garis pemisah yang tegas antara warisan dan
lingkungan tanpa ada hubungan diantara keduanya.
Hal ini tampak jelas ketika pribadi dilihat dari sisi pembentukan
sosial-insaninya, bukan sekedar dari sisi biologisnya saja. Pandangan
tersebut tidak bermaksud menyatakan bahwa manusia tunduk kepada
lingkungan yang membentuknya semaunya.
Yang dimaksud ialah bahwa sejak awal individu berinteraksi dengan
lingkungannya, terpengaruh dengannya, dan memiliki kemampuan untuk
mempengaruhinya. Kesimpulan pedagogis yang dapat ditarik dari pandangan
tersebut ialah bahwa manusia berkuasa atas lingkungannya dan dapat
mengarahkannya yang sesuai dengan kecenderungan dan cita-citanya serta
tujuan-tujuan yang terlihat dalam masyarakat.
c) Dualisme baik dan buruk
Konsep ketiga tentang tabiat mausia yang diwarisi generasi ini dari masa
lampau muncul akibat perdebatan tradisional sekitar apakah manusia
menurut tabiatnya itu baik ataukah buruk. Sikap yang dapat diambil dari
perdebatan tersebut jelasa sangat berpengaruh terhadap studi dan praktik
kependidikan. Berbagai agama dan filsafat serta pemikir di masa dahulu
mengaku baik dan buruk sebagai perkala azali.
Sebenarnya, manusia tidak diciptakan dalam keadaan yang buruk ataupun
baik, sebab hal itu merupakan masalah relatif secara terkait dengan
sikap dn tingkah laku. Manusia berakhl;ak sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku di dalam masyarakatnya dan menguatkan sikapnya terhadap
kehidupan melalui respons yang diberikan terhadapnya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tabiat manusia bersifat fleksibel. Kemungkinan dan dimensi perkembangannya tidak terbatas.
2. Manusia merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan; tidak
mungkin dibagi menjadi tubuh dan akal, atau aspek warisan dan aspek
lingkungan, atau aspek baik dan aspek buruk.
Pandangan modern terhadap tabiat manusia
Konsep pendidikan modern tentang tabiat manusia berbeda dari
konsep-konsep masa yang lampau. Hal ini karena ilmu dan orientasi modern
telah berhasil memberikan jawaban yang tegas terhadap berbagai
pertanyaan klasik, di samping itu pula karena ilmu hayat, psikologi, dan
sosiologi telah mengalami kemajuan. Telah terbukti dengan kuat bahwa
dimana ada kehidupan, di sana ada tingkah laku dan aktivitas.
Agar kehidupan dapat berlanjut, aktivitas harus tetap ada dan
berkesinambungan serta beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi antar
makhluk hidup tidakbersifat statis, tetapi melebar kepada lengkungan
interaksinya. Setiap kali makhluk hidup mengalami perkembangan, maka
proses pembaharuan faktor yang ia berinteraksi dengannya secara efektif
pun akan bertambah.
Ini berarti konsep modern memandang tabiat manusia sebagai tabiat yang
berubah, bukan tabiat fitriah yang statis. Dalam konsep ini, tabiat
manusia memiliki potensi untuk berubah serta berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan fisik yang bersama-sama dengannya membangun
berbagai hubungan.
Dengan demikian, pandangan tentang tabiat manusia telah mencapai prinsip
kemungkinan mengadakan perubahan dan perbaikan pada pribadi manusia dan
kemampuannya untuk berbuat banyak bagi kepentingan diri dan
masyarakatnya.
Dalam pandangan modern tentang tabiat manusia, anak bukan makhluk yang
telah dibekali potensi-potensi fitrah yang pada gilirannya akan
mengekspresikan dirinya sendiri, bukan alat mekanis yang merespons
berbagai stimulus ekstrinsik, bukan ruh yang menguasai berbagai aspek
tubuh, bukan pula materi yang merupakan landasan untuk menafsirkan
berbagai proses pendidikan, melainkan totalitas integrative yang
berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitarnya.
Interaksi tersebut merupakan dasar pembentukan modal watak manusia yang
hendak di capai oleh pendidikan. Interaksi tersebut antara tabiat
manusia yang selalu berubah dan lingkungan yang selalu berubah dan
berkembang pula. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
merupakan proses yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat.
Pandangan Islam
Uraian mengenai tabiat manusia dalam pandangan Islam, dalam bab ini akan
dipusatkan pada tiga hal pokok, yaitu asal-usul hidup, tugashidup, dan
tujuan hidup manusia, serta implikasinya pada proses pendidikan.
Asal kejadian manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, bukan tercipta atau ada dengan
sendirinya. Inilah hakikat pertama tentang manusia. Ini msalah
keyakinan, dan al-qur’an beru;lang-ulang kali meyakinkannya kepada
manusia sampai kepada tingkat menantangnya agar mencari bukti-bukti,
baik padaalam raya maupun pada dirinya sendiri. Salah satu ayat
al-qur’an yang menyatakan hakikat ini adalah sebagai berikut:
Artinya: “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberikanmu rezki,
kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah diantara
yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari
yang demikian itu ? Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan”. (Q. S. al-Rum, 30: 40).
Tugas hidup manusia
Alam semesta diciptakan oleh Allah SWT, bukan dengan main-main, bukan
tanpa dengan tujuan (al-Anbiyah, 21 : 16 dan al-Dukhan, 44 : 38).
Manusia yang merupakan bagian dari alam itu pun diciptakan untuk suatu
tujuan. Allah menegaskan tujuan penciptaan manusia dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (Q. S. al-Dzariyah, 51 : 55).
Tujuan hidup manusia
Lalu apa tujuan manusia menjalankan segala tugas itu di dunia? Jawaban
terhadap pertanyaan inilah yang disebut tujuan hidup manusia. Yang
diciptakan adalah milik yang menciptakan. Manusia adalah makhluk ciptaan
Allah. Maka manusia adalah milik Allah. Sebagai yang dimiliki manusia
pada hakikatnya tidak memiliki kehendak sedikitpun selain mengikuti
kehendak yang memilikinya, yaitu kehendak Allah SWT.
Memang Allah telah menciptakan pada diri manusia suatu kebebasan dasar,
yaitu kebebasan memilih; suatu kebebasan yang didasarkan atas sifat
asasi manusia. Kebebasan inilah yang akan membuatnya memilih apakah akan
mengikuti kehendak Allah Swt ataukah akan mendurhakainya.
Manusia yang diridhai oleh Allah SWT inilah yang disebut dengan al-Nafs
al-Muthma’innah (jiwa yang tenang), yaitu manusia yang telah mencapai
kesempurnaannya dengan cahaya hati, manusia yang masuk dalam kelompok
hamba-hamba Allah dan memperoleh kesenangan abadi berupa surga, manusia
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih; manusia yang digambarkan
Allah dalam firman-Nya, berikut:
Artinya: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (Q. S. al-Fajr, 26 :
89).
Implikasi pedagogis
Manusia tidak mungkin dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya tanpa
memilki cukup pengetahuan yang berkaitan dengan tugas-tugas itu serta
kemampuan dan kemauan untuk menjalankannya. Oleh sebab ittu, manusia
sangat dianjurkan sekali untuk dapat mengembangkan berbagai potensi yang
ada di dalam dirinya, dan untuk itu ia perlu mengetahui asal
kejadiannya serta unsur-unsur jasmani dan rohani yang ada di dalamnya.
Dengan menyeimbang pendidikan jasmani dan rohani, pendidikan Islam
sesungguhnya menganutprinsip pa yang sekarang disebut dengan “pendidikan
manusia seutuhnya”. Dalam hubungan ini Muhammad Quthb mengemukakkan
bahwa Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar
apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan
Allah Swt, kepadanya.
Tidak ada sedikit pun di antara fitrah itu yang diabaikannya; tidak pula
memaksakan apa pun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Ia menganalisis fitrah manusia secara cermat, lalu menggesek seluruh
senar sehingga melahirkan nada yang selaras. Ia tidak menggeser senar
itu satu persatu sehingga menimbulkan suara yang sumbang dan oirama yang
tidak hrmonis, yang tidak diekspresikan gubahanyang paling mengesankan.
Hakikat Agama
Arti Agama
Perkataan ”agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang erat hubungannya
dengan agama Hindi dan Budha. Salah satu akar kata agama adalah game
yang mendapat awalan dan akhiran ”a” menjadi a-gam-a , terkadang
mendapat awalan ”i” menjadi i-gam-a, terkadang mendapat awalan ”u”
menjadi u-gam-a a : ”tidak dan gam : pergi tetapi ketika mendapat awalan
dan akhiran menjadi jalan (Daud Ali, 1997 :35)
Dari arti di atas dapat diartikan agama adalah aturan, tata cara,
upacara hubungan manusia dengan raja. Sedangkan iagama adalah peraturan,
tata cara dalam hubungannya dengan dewa, sedangkan, ugama adalah
peraturan, tata cara hubungan antar manusia.
Agama Hindu dan Budha menyebarkan kata agama di Nusantara diambil alih
oleh bahasa Melayu dan dilanjutkan oleh bahasa Indonesia. Selain itu
agama juga mengandung arti unsur tradisi.
Tradisi atau kebiasaan ada;ah tradisi ataunkebiasaan agama Hindu dan
Budha. Kemudian dilanjutkan oleh Islam di Nusantara sehingga ajaran
Islam tidak dapat dilepaskan oleh tradisi agama Hindu dan Budha yang
telah berkembang terlebih dahulu.
Di dalam tradisi Islam tidak dikenal istilah agama tetapi din yang
berasal dari bahasa Arab yang lengkap dinamakan ”Din al-Islam” . Setelah
masuknya Agama Kristen maka muncul istilah baru yaitu religion yang
berasal dari bahasa latin dari kata religere yang berarti berpegang
kepada norma-norma. Istilah religi dipakai oleh para kaum intelktual dan
agama Nasrani yang erat hubungannya dengan sistem dan ruang lingkup
agama Nasrani yang hanya menunjukkan hubungan antara manusia dan Tuhan
saja. (Daud Ali, 1997 :37)
Sedangkan, din yang ternantum dalam (Surat al-maidah ( 5): Al-Quran 3)
mengandung pengertian pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan
(vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat,
termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya (horizontal)
Agama-agama yang pernah dikenal di muka bumi ini dinamakan atau
dinisbahkan kepada nama pendirinya. Terkadang ia dihubungkan dengan
seorang laki-laki, atau umat tertentu, Agama Nasrani diambil dari kata
”nashara”, Budha dinamakan atas nama pendirinya ”Budha”, agama Zoroaster
berasal dari nama pendirinya ”Dzar dasytiah”. Begitu pula agama Yahudi
diambil dari nama pendirinya bernama ”Yahudza” dan begitu seterusnya.
Sedangkan Islam tidak dikaitkan kepada seorang laki-laki tertentu, juga
tidak pada umat tertentu, tetapi ia dinmakan hanyalah menunjukkan
kandungan makna Islam (Muhammad Sholeh ibnu Abdillah al-Sahim, 1421 :
145)
Pada perkembangan selanjutnya agama diartikan sebagai ”the Ultimate
concern” masalah yang mengenai kepentingan mutlak setiap orang. Maka
oleh karena itu, menurut Paul Illich bahwa setiap orang yang beragama
berada dalam keadaan involved terlibat dengan agama yang dianutnya.
Dari uraian di atas maka dapat disumpulkan bahwa agama adalah
kepercayaan kepada Tuhan, yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan
dengan Dia melalui upacara, penyembahan dan permohonan dan membentuk
sikap hidup manusia atau berdasarkan ajaran agama tersebut.
Hubungan Manusia dengan Agama
Dalam masyarakat sederhana banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung
di sekitar manusia dan dalam diri manusia terutama berhubungan dengan
yang ”gaib” atau misteri. Menghadapi perstiwa gaib ini manusia merasa
lemah tidak berdaya. Untuk menguatkan diri mereka mencair perlindungan
pada kekuatan yang menurut anggapan mereka menguasai alam gaib yaitu
dewa atau tuhan. Hubungan antara manusia dan dewa diwujudkan di dalam
berbagai aspek kehidupan baik aspek sosial, ekonomi, kesenian, dan
lainnya yang pada akhirnya hubungan tersebut menjadi agama.
Di dalam masyarakat modern yaitu masyarakat yang telah maju, masyarakat
yang telah memahami peristiwa-peristiwa alam dan dirinya melaui ilmu
pengatahuan, kekuatan kepada kekuatan yang dianggap gaib menjadi
berkurang.
PENDEKATAN DAN METODE DALAM STUDI ISLAM
Secara umum studi Islam bertujuan untuk menggali kembali dasar-dasar dan
pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana yang ada dalam sumber dasarnya
yang bersifat hakiki, universal dan dinamis serta abadi (eternal). Untuk
dihadapkan atau dipertemukan dengan budaya atau dunia modern. Agar
mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat
manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Dengan tujuan
tersebut maka studi Islam akan menggunakan cara pendekatan yang
sekiranya relevan yaitu pendekatan kesejarahan, kefilsafatan dan
pendekatan ilmiah. Namun demikian sebagaimana telah dikemukakan bahwa
sifat studi Islam ini adalah memadukan antara studi Islam yang bersifat
konvensional dengan studi Islam yang bersifat ilmiah, sehingga
pendekatan doktriner tidaklah dapat diabaikan uraian dari pendekatan
tersebut adalah sebagai berikut:
Pendekatan Historis
Yang dimaksud dengan pendekatan historis adalah meninjau suatu
permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan
serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis sejarah.
Sejarah atau histori adalah studi yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian
atau keadaan yang sebenarnya. Sejarah memang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa masa lalu, namun peristiwa masa lalu tersebut hanya
berarti dapat dipahami dari sudut tinjau masa kini dan ahli sejarah
dapat benar-benar memahami peristiwa atau kejadian masa kini hanya
dengan petunjuk-petunjuk dari peristiwa kejadian masa lalu tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari masa lalu orang
dapat mempelajari masa kininya dan dengan memahami serta menyadari
keadaan masa kini maka orang dapat menggambarkan masa depannya. Itulah
yang dimaksud dengan perspektif sejarah. Di dalam studi Islam,
permasalahan atau seluk beluk dari ajaran agama Islam pelaksanaan serta
perkembangannya dapat ditinjau dan dianalisis dalam kerangka perspektif
kesejarahan yang demikian itu.
Pendekatan Filosofis
Yang dimaksud adalah melihat suatu permasalahan dari sudut tinjauan
filsafat dan berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu
dengan menggunakan analisis spekulatif. Pada dasarnya filsafat adalah
berfikir untuk memecahkan masalah atau pertanyaan dan menjawab suatu
persoalan. Namun demikian tidak semua berfikir untuk memecahkan dan
menjawab permasalah dapat disebut filsafat. Filsafat adalah berfikir
secara sistematis radikal dan universal. Di samping itu, filsafat
mempunyai bidang (objek yang difikirkan) sendiri yaitu bidang
permasalahan yang bersifat filosofis yakni bidang yang terletak diantara
dunia ketuhanan yang gaib dengan dunia ilmu pengetahuan yang nyata.
Dengan demikian filsafat yang menjembatani kesenjangan antara
masalah-masalah yang bersifat keagamaan semata-mata (teologis) dengan
masalah yang bersifat ilmiah (ilmu pengetahuan). Namun filsafat tidak
mau menerima segala bentuk bentuk otoritas, baik dari agama maupun ilmu
pengetahuan. Filsafat selalu memikirkan kembali atau mempertanyakan
segala sesuatu yang datang secara otoritatif, sehingga mendatangkan
pemahaman yang sebenar-benarnya yang selanjutnya bisa mendatangkan
kebijaksanaan (wisdom) dan menghilangkan kesenjangan antara
ajaran-ajaran agama Islam dengan ilmu pengetahuan modern sebagaimana
yang sering dipahami dan menggejala di kalangan umat selama ini.
Pendekatan Ilmiah
Yang dimaksud adalah meninjau dan menganalisis suatu permasalahan atau
obyek studi dengan menggunakan metode ilmiah pada umumnya. Diantara ciri
pokok pendekatan ilmiah adalah terjaminnya objektivitas dan keterbukaan
dalam studi. Objektivitas suatu studi akan terjamin jika kebenarannya
bisa dibuktikan dan didukung oleh data empiris, konkret, rasional,
sedangkan keterbukaan adalah suatu studi terjadi jika kebenarannya bisa
dilacak oleh siapa saja dan didasarkan atas keyakinan-keyakinan tertentu
yang apriori. Di samping itu pendekatan ilmiah selalu siap dan terbuka
menerima kritik terhadap kesimpulan studinya.
Pendekatan Doktriner
Pendekatan doktriner atau pendekatan studi Islam secara konvensional
merupakan pendekatan studi di kalangan umat Islam yang berlangsung
adalah bahwa agama Islam sebagai objek studi diyakini sebagai sesuatu
yang suci dan merupakan doktrin-doktrin yang berasal dari illahi yang
mempunyai nilai (kebenaran) absolut, mutlak dan universal. Pendekatan
doktriner tersebut juga berasumsi bahwa ajaran Islam yang sebenarnya
adalah ajaran Islam yang berkembang pada masa salaf, yang menimbulkan
berbagai madzhab keagamaan, baik teologis maupun hukum-hukum fiqih, yang
kemudian dianggap sebagai doktrin-doktrin yang tetap dan baku. Sesudah
masa itu, studi Islam berlangsung secara doktriner sehingga ajaran Islam
menjadi bersifat permanen, yang ada akhirnya menjadi tampak sebagai
ketinggalan zaman.
Dari keempat pendekatan di atas timbul suatu metode studi Islam secara lebih rinci dan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Metode Diakronis
Suatu metode mempelajari Islam menonjolkon aspek sejarah, metode ini
memberikan kemungkinan adanya studi komparasi tentang berbagai penemuan
dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, sehingga umat Islam
memiliki pengetahuan yang relevan hubungan sebab akibat dan kesatuan
integral. Lebih lanjut umat Islam mampu menelaah kejadian sejarah dan
mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian subsistem dan supra sistem
ajaran Islam. Wilayah metode ini lebih terarah pada aspek kognitif.
Metode diakronis disebut juga metode sosiohistoris yakni suatu metode
pemahaman terhadap suatu pemahaman terhadap suatu kepercayaan sejarah
atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai
kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan
lingkungan dimana kepercayaan sejarah atau kejadian itu muncul. Metode
ini menghendaki adanya pengetahuan, pemahaman dan penguraian
ajaran-ajaran Islam dari sumber dasarnya yakni al-Qur’an dan as-Sunnah
serta latar belakang masyarakat, sejarah, budaya di samping sirah nabi
SAW dengan segala alam pikirannya.
2. Metode Sinkronis-Analitis
Suatu metode mempelajari Islam yang memberikan kemampuan analisis
teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental
intelek umat Islam. Metode ini tidak semata-mata mengutamakan segi
aplikatif praktis, tetapi juga mengutamakan telaah teoritis.
Metode diakronis dan metode sinkronis analitis menggunakan asumsi dasar sebagai berikut:
a. Islam adalah agama wahyu Illahi yang berlainan dengan kebudayaan sebagai hasil daya cipta dan rasa manusia.
b. Islam adalah agama yang sempurna dan di atas segala-galanya (QS. Al-Maidah: 3)
c. Islam merupakan supra sistem yang mempunyai beberapa sistem dan
subsistem serta komponen dengan bagian-bagiannya dan secara keseluruhan
merupakan suatu struktur yang unik.
d. Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pada yang ma’ruf dan nahi munkar (QS. Ali Imron: 104)
e. Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain ke jalan Allah dengn
jalan yang hikmah dan penuh kebijaksanaan (QS. An-nahl: 125)
3. Metode Problem Solving (hill al musykilat)
Metode mempelajari Islam untuk mengajak pemeluknya untuk berlatih menghadapi berbagai masalah dari
suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya.
4. Metode Empiris (Tajribiyyah)
Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan umat Islam mempelajari
ajarannya melalui prosed realisasi, aktualisasi, dan internalisasi
norma-norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang
menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses
interaktif dapat dirumuskan dan suatu sistem norma baru.
Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar sebagai berikut:
a. Norma (ketentuan) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan dalam Islam (QS. Ali Imron: 104)
b. Ajaran Islam merupakan jalan untuk menuju ridho Allah (QS. Al-fath: 29)
c. Ajaran Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan akhirat (Asy-Syura: 13).
d. Ajaran Islam sebagai ilmu pengetahuan (QS. Al-baqoroh: 120, at-Taubah: 122)
e. Pemahaman ajaran Islam bersifat empiris-intuitif (QS. Fushilat: 53)
5. Metode Deduktif
Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah-kaidah secara
logis dan filosofis dan selanjutnya kaidah-kaidah itu diaplikasikan
untuk menentukan masalah yang dihadapi.
6. Metode Induktif (al-Marhal al-Istiqariyyah)
Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah-kaidah hukum
untuk diterapkan kepada masalah-masalah furu’ yang disesuaikan dengan
mazhabnya terlebih dahulu.
Prosedur pelaksanaan metode induktif dapat dilakukan dengan empat tahap yaitu:
a. Adanya penjelasan dan penguaraian serta menampilkan topik yang umum.
b. Menampilkan pokok-pokok pikiran dengan cara menghubungkan hubungan masalah tertentu, sehingga
dapat mengikat bahasan untuk menghindari masuknya bahasan yang tidak relevan.
c. Identifikasi masalah dengan mensistematisasi unsur-unsurnya dan
d. Implikasi formulasi yang baru tersebut.
B. Rumpun Keilmuan Berdasarkan Filsafat Ilmu
Pendapat para pakar tentang filsafat ilmu yang mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
1. Musa Asy’ari
Filsafat ilmu merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan
berubah. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan historis terhadap
filsafat ilmu yang tidak hanya dialektik pemikiran yang berkembang
melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada
setiap zaman.
2. Amin Abdullah
Pengertian filsafat Islam yang dikemukakan dan dia berkata “meskipun
saya tidak setuju untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak lain dan
tidak bukan adalah rumusan pemikiran muslim yang ditempeli begitu saja
dengan konsep filsafat Yunani.
Berdasarkan pendapat di atas filsafat dapat diketahui melalui 5 cirinya sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi sifat dan contohnya.
b. Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya
c. Dilihat dari segi datangnya
d. Dilihat dari segi yang mengembangkannya
e. Dilihat dari segi kedudukannya
C. Pendekatan Interdisipliner dalam-dalam Studi Islam
1. Studi Islam Lewat Pendekatan Filsafat
Studi Islam Interdisipliner merupakan pengembangan dan penjabaran dari
tiga topik yaitu pendekatan filsafat, sosiologi dan sejarah yang
penekanannya lebih diarahkan pada aspek aplikasinya. Studi Islam lewat
pendekatan filsafat menjabarkan tentang Iblis dan kontroversi penafsiran
klasik dan modern sebagai berikut:
Kontroversi penafsiran tentang iblis dalam al-Quran berawal dari rencana
Tuhan untuk menciptakan dan mempersiapkan seorang khalifat di bumi.
Dalam al-Qur’an suran Al-Baqoroh ayat 30-34, peristiwa ini dijelaskan:
Kisah iblis pada surat di atas, pada awalnya menggambarkan narasi
penciptaan Adam yang oleh tuhan dianggap sebagai “the only one caliph on
the earth”. Amanah kekhalifahan ini rupanya kurang mendapat simpatik di
kalangan malaikat karena itu mereka “memprotes” dan “menolak” kebijakan
tersebut.
Menurut Syeikh Musthafa al-Maraghi, perbedaan persepsi di kalangan ulama
mengenai ayat ini berkisar pada dua hal: pertama, iblis adalah sejenis
jin yang berada di tengah ribuan malaikat, berbaur dengan sifat dari
sebagian sifat mereka. Kedua, iblis itu dari malaikat karena perintah
sujud di sini tertuju pada malaikat karena zahir ayat yang serupa bahwa
ia tergolong mereka.
Dalam wacana tafsir klasid dan modern, persoalan pertama yang muncul
ketika memperbincangkan eksistensi iblis itu adalah makna sujud,
yasjudu. Terhadap kata ini semua mufasir baik klasik dan modern
sependapat bahwa makna kata sujud yang dimaksud adalah sujud tahiyyat,
penghormatan, bukan sujud dalam pengertian ibadah atau menghambakan diri
pada Adam.
At-tabari dan ar-Razi menafsirkan kata iblis pada ayat yasjudu berasal
dari jenis malaikat. Mereka berpendapat demikian dengan alasan bahwa
kata “istisna”, semua malaikat sujud pada Adam kecuali iblis menunjukkan
makna bahwa iblis itu berasal dari jenis mereka (malaikat).
2. Studi Islam Lewat Pendekatan Sosiologi
Salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
dan hadist mengenai wanita. Wanita Islam dalam kontekstual adalah
munculnya rasa takut dan berdosa bagi kaum wanita bila ingin
“menggugat”dan menolak penafsiran atas diri mereka yang tidak hanya
disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga dilecehkan hak dan
martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka terpaksa menerima
kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih dari
perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita adalah
makhluk lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang bengkok;
kedua, wanita separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh diperistri
hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi pemimpin negara.
Dalam kejadian wanitam, kata nafs pada surat An-nisa: 1, tidak
ditafsirkan Adam, seperti anggapan mufasir tradisional, sebab konteks
awal turunnya ayat ini tidak hanya bermaksud menolak atau mengklaim
tradisi-tradisi jahiliyyah yang masih masih menganggap wanita sebagai
makhluk yang rendah dan hina, tapi juga sekaligus mengangkat harkat dan
martabat mereka, sebagaimana terlihat pada ayat sesudahnya. Oleh karena
itu, untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan konteks ayat ini,
maka kata nafs harus ditafsirkan dengan jenis sebagaimana dipahami para
mufasir modern, bahwa baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dengan
jenis yang sama.
Dalam hal lain, ketika surat an-Nisa: 3 berbicara tentang poligami
dengan persyaratan agar lelaki berlaku adil, peran inti yang dikemukakan
sebenarnya adalah keadilan bukan semata-mata pembatasan jumlah. Wanita
yang boleh dikawini laki-laki. Oleh karena itu tuntutan keadilan
kualitatif beristri pada saat ini adalah satu saja dan saling melengkapi
bukan sebaliknya melecehkan hakntya.
Hal yang sama berlaku ketika al-Qur’an surat an-Nisa’:7 berbicara
tentang ketentuan waris untuk anak laki-laki dan wanita. Konteks masa
itu tidak memungkinkan adanya kesamaan hak antara laki-laki dan wanita,
karena wanita pada saat itu tidak mendapatkan warisan tapi diwariskan
dan al-Qur’an mengubahnya dengan memberikan separuh jumlah yang diterima
laki-laki. Sekarang konteksnya telah berbeda dimana wanita telah banyak
diberikan hak dan kebebasan oleh al-Qur’an.
Demikian pula terhadap persolan tidak bolehnya wanita menjadi kepala
negara. Larangan ini bersumber dari hadist yang diriwayatkan Bukhori
ahmad nasa’I dan At-turmudzi tidak akan bahagia suatu kaum yang
mengangkat sebagai pemimpin mereka seorang wanita “Berdasarkan konteks
hadis tersebut maka selama dalam suatu negara dimana sistem pemerintahan
berdasarkan musyawarah, seorang kepala negara tidak lagi harus bekerja
keras sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan bidangnya
masing-masing yang pada akhirnya dapat lebih mudah memajukan negaranya
dan menyelamatkan dari mala petaka, maka tidak ada halangan bagi seorang
wanita menjadi menteri/kepala negara.
D. Studi Islam Lewat Pendekatan Sejarah
Pada abad XIX terjadi pergeseran kekuasaan. Runtuhnya kekuasaan Islam
telah mengubah hubungan Islam dengan barat. Pandangan umat Islam
terhadap barat dan tanggapan mereka terhadap kekuasaan dan gagasan barat
sangat variatif, mulai dari penolakan-konfrontatif hingga kekaguman dan
peniruan. Eropa tidak hanya datang dengan tentara dan birokratnya,
tetapi juga bersama para misionaris. Ancaman ganda kolonialisme adalah
kekuasaan salib. Bantu membantu antara para pendeta dengan pemerintah
dan militer dinyatakan oleh Marsekal Bugeud dari Perancis, bahwa para
pendeta membantu kita mengambil hati orang-orang arab yang akan kita
serbu dengan kekuatan militer.
Kejadian yang sama terjadi juga di Indonesia. Sikap Belanda terhadap
Islam tidak tetap. Di satu pihak, Islam dilihat sebagai agama dan
katanya pemerintah netral dalam hal ini. Sebaliknya pemerintah Belanda
pun mengambil sikap diskriminatif dengan lebih banyak memberi
kelonggaran kepada kalangan Kristen, termasuk bantuan uang
Daftar Pustaka
Ali, Daud, Muhammad, Pendidikan Agama Islam. 1997, Raja wali Press,
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta
Azami, Muhammad Musthafa, MA., Ph.D., 1977, Memahami Ilmu Hadits –Telaah Metodologi & Leteratur Hadis, Lentera, Jakarta
dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta
Daradjat,, Zakiah at.all., 1996, Dasar-dasar Agama Islam – Buku Teks
Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam – Dirjen Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI, 2001, Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta
M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normatifitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
M. Atho’ Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999:
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam “Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah” (Ramaja Rosda Karya:Bandung, 2001)
Muhamimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam.Jakarta: Kencana. 2005.
Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991: v-xii,
Mulyanto Sumardi, (ed.), Penelitian Agama Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Sinar Harapan, 1981: 1-6
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002
Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang,
Shole, al-Sahim, al-Islam :Ushuluhu wa mabadiuhu, 1921, Mauqi’ al-Islam: al-mamlakah al-arabiyah al-suudiyah.
Thahir, Lukman S. Studi Islam Interdisipliner. Yogyakarta: CV. Qalam Yogyakarta. 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar